Kamis, 03 April 2008

TEKNIK INVESTIGASI PARTISIPATIF

TEKNIK INVESTIGASI PARTISIPATIF
Oleh : Bimo Widjaja.

Pengantar
Dengan bekal pemahaman tentang analisa ekosistem dan hak anak, maka bila dikembangkan terus dengan selalu mempertanyakan terjadinya perubahan lingkungan dan anak dimanapun ia berada maka akan muncul kepekaan-kepekaan khusus dalam merasakan adanya “sesuatu yang tidak pas” terhadap lingkungan tempat berpijaknya dan anak-anak yang berada di lingkungan tersebut atau dengan kaki telanjang maka lingkungan dan keadaan anak akan bisa dibaca baik lingkungan biofisik (SDA) ataupun lingkungan sosial (SDM). Kepekaan ini akan hilang sedikit demi sedikit bilamana tidak diasah terus melalui perjuangan perbaikan lingkungan dan keadaan anak serta menghapus penindasan/ ketidak-adilan.
Dalam berhubungan dengan berbagai pihak maka seseorang butuh bahasa komunikasi universal yang berupa data dari serangkaian fakta di lapangan sehingga memudahkan pembahasan bersama akan adanya “dugaan-dugaan kerusakan lingkungan dan diskriminasi anak”. Data tersebut biasanya disajikan dalam bentuk rangkaian fakta baik berupa rangkaian kejadian dan perubahan unsur lingkungan dan keadaan anak, rangkaian kejadian dan perubahan masalah rakyat, rangkaian perubahan unsur alam dan kesulitan-kesulitan yang dialami rakyat, rangkaian kejadian dan perubahan kebijakan pemerintah, rangkaian kejadian dan konflik-konflik yang muncul dll. Tampilan-tampilan fakta kejadian biasnya berupa : foto-foto kondisi lingkungan dan keadaan anak, tulisan-tulisan fakta lapangan, angka-angka penunjang ataupun rekaman-rekaman suara berbagai pihak yang berkepentingan terhadap sebuah kejadian terutama dari korban, grafik-grafik pola hubungan kejadian berdasarkan rangkaian waktu atau tempat dll.
Keseluruhan proses mengumpulkan fakta/ meneliti/ memeriksa silang inilah yang biasanya disebut investigasi yang mana investigasi ini biasa dilakukan oleh kepolisian, kehakiman ataupun oleh masarakat itu sendiri termasuk anak-anak. Kesulitan masyarakat dalam membuat data rangkaian fakta inilah yang akhirnya menuntut dimunculkannya cara-cara baru yang memudahkan masyarakat untuk mengemukakan fakta, pemahaman dan pandangan-pandangannya dalam rangka analisis kejadian di lingkungannya secara bersama shg. keputusan bersama bisa diambil. Dengan menggunakan teknik-teknik yang memudahkan masyarakat dan investigator/ eksplorator/ fasilitator (Teknik Investigasi Partisipatif) maka fakta lapangan akan mudah didapatkan untuk kemudian ditampilkan dalam bentuk data gambar, tulisan, angka-angka sehingga memudahkan terjadinya analisis secara mendalam oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Tampilan data dari rangkaian fakta inilah yang akan menjadi data terpercaya dari masyarakat setelah disepakati bersama.

Bekal dasar seorang investigator :
1. Teknik bertanya partisipatif (bertanya semi-terstruktur)
2. Teknik merangkaikan fakta dan menampilkannya dalam bentuk kronologi kejadian dan perubahan lingkungan dan keadaan anak (biofisik dan sosial)
3. Tidak menghakimi, ramah, mudah memecah kebekuan, mampu menciptakan suasana informalitas, sedikit bertanya – siap banyak mendengarkan, peka membaca raut wajah dan intonasi suara, bersikap sederajat dan akrab, tidak menyalahkan dan mengkritik secara frontal, bersikap terbuka dan rendah hati, tidak menggurui tetapi menambah masukan, berpihak pada lingkungan , anak dan keadilan.

Teknik-teknik
v Teknik Pendugaan Awal
ü Bacalah beberapa informasi dari beberapa sumber data yang terpercaya atas telaah kejadian di suatu kawasan yang akan diinvestigasi
ü Cari dengar isu-isu yang marak dibicarakan oleh orang-orang di kawasan tersebut untuk mendapatkan kemungkinan adanya isu lingkungan dan anak
ü Berjalanlah menyusuri alam dengan waktu yang berbeda-beda (pagi/ siang/ sore/ malam) pada suatu kawasan untuk mendapatkan informasi awal yang bisa ditangkap panca indera serta mengarah ke dugaan awal terjadinya kerusakan lingkungan yang dilalui (bila perlu maka foto-foto kejadian dan fakta kondisi alam akan sangat membantu)
ü Susunlah beberapa isu yang tertangkap dan kemudian cobalah simulasikan dalam beberapa rangkaian saling mempengaruhi
ü Perkirakan berbagai pihak yang terlibat dalam isu tersebut (siapa saja yang mungkin diuntungkan dan siapa saja yang mungkin dirugikan) serta identifikasi kemungkinan-kemungkinan kerusakan lingkungan dan diskriminasi anak yang ditimbulkan
ü Diskusikan dengan beberapa rekan pro lingkungan , anak dan kerakyatan di kawasan tersebut dan pilihlah isu yang akan digarap dengan pertimbangan-pertimbangan bersama.

v Teknik bertanya partisipatif
ü Gunakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menghasilkan sekedar jawaban Ya dan Tidak
ü Gunakan pertanyaan-pertanyaan yang dimulai dengan kapan, dimana, mengapa, yang mana, bagaimana, apa saja, apa yang, …dll.
ü Siapkanlah beberapa model pertanyaan untuk sebuah informasi yang diinginkan
Ø Susunlah pedoman wawancara yang mengarah dan memudahkan
Ø Pilih orang/ keluarga/ rumah tangga/ komunitas/ lembaga yang akan diwawancarai
Ø Buatlah janji untuk bertemu/ pilih waktu bersama-sama
Ø Pada awal wawancara, perkenalkan diri dan jelaskan maksud tujuan yang tidak asing bagi bahasa setempat
Ø Lakukan obrolan ringan, terkini, terdekat, mengarah sambil mengamati lingkungan dan aktivitas anak
Ø Kembangkan wawancara dari topik ke topik atau mengikuti capaian informasi yang masuk kemudian dikembangkan secara kreatif
Ø Cantumkan nama-nama yang terlibat dalam wawancara dan tanggal wawancara sebagai notulen hasil wawancara
ü Bertanyalah pada orang yang tepat, pada waktu dan tempat yang memudahkan munculnya fakta serta pembahasan atas fakta tersebut
ü Selalu ciptakan suasana akrab dan mulailah bertanya dengan kejadian terdekat terkini
ü Lakukan pengujian silang atas fakta-fakta yang dikemukakan pada orang yang sama ataupun berbeda
ü Foto narasumber utama biasanya juga sangat membantu
ü Gunakan alat dan bahan setempat yang sekiranya memudahkan diskusi/ pembahasan atas suatu informasi yang sudah diperoleh (untuk penajaman) atau yang ingin diperoleh.
ü Keterlibatan kontak person yang akrab bagi narasumber serta memahami maksud dan tujuan investigator biasanya akan sangat membantu pencapaian hasil

v Teknik merangkaikan Fakta
Dari fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan, maka susunlah dalam kategori yang memudahkan orang lain memahami dan merangkaikan hubungan antar fakta-fakta tersebut dalam kurun ruang dan waktu yang ditetapkan (mingguan, bulanan, tahunan, musiman, ataupun harian).
Urutkanlah rangkaian kejadian/ fakta/ perubahan kondisi alam dan sosial tersebut dalam satuan waktu dari masa lalu menuju yang terkini dalam bentuk tabulasi data.
Lengkapilah data-data tersebut dengan gambar-gambar ataupun foto-foto yang menunjang atau menjelaskan. Pernyataan-pernyataan yang relevan dari narasumber utama ataupun orang yang potensial mempengaruhi kejadian pada waktu tertentu bisa pula disertakan. (Rekaman suara atau saksi-saksi ketika bicara sangat diperlukan)
Catatan :
§ Tabel rangkaian fakta pada umumnya meliputi waktu, gambaran kejadian, gambaran kondisi alam, gambaran kondisi sosial masyarakat korban ditambah beberapa keputusan/ kesepakatan/ pernyataan-pernyataan dari pihak-pihak yang berkepentingan, kebijakan/ aturan yang relevan serta gambaran langkah perjuangan korban/pihak lain yang sudah ditempuh dan hasilnya.
§ Penyusunan rangkaian fakta akan memiliki nilai/ bobot politis serta biasanya sangat membantu dalam menggalang opini publik/ masyarakat bila diserta keterangan tentang kecenderungan dan perubahan yang mungkin timbul serta mengancam kesejahteraan masyarakat setempat.
§ Angka-angka penguat fakta juga sangat diperlukan
§ Selalu diskusikan bersama dengan orang/ kelompok-kelompok pro lingkungan,anak dan keadilan di kawasan tersebut ataupun rekan lain kawasan yang berkaitan dengan isu yang ditangani
§ Hal ini bisa mengawali tercapainya kemenangan-kemenangan yang nyata dan disadari secara bersama di masyarakat.
Contoh :
Januari 1998 (waktu) Air K.Winongo mulai berbau sengak, berbuih, hangat di malam hari, sering ditemukan ikan mati(Kondisi SDA) Masyarakat mulai gatelan bila nyuci di sungai serta anak-anak tidak lagi berani bermain di sungai (Kondisi SDM) Terjadi dialog 5 orang wakil masyarakat Dsn Ngelo yang terdiri atas para orang tua beserta anak-anaknya dengan Bupati Bantul dan Pihak PT Gatel Raya. Gugatan warga yang menuntut a,… b,… c,… d,…. hanya dipenuhi/dikabulkan yang butir c. dengan alasan Bupati Bantul….. dan alasan PT Gatel Raya …… sehingga warga yang mendengar dari luar gedung marah, mengumpat dan mengacung-acungkan tangannya. Pada kesempatan ini terjadi kesepakatan untuk rembugan lagi bersama dengan menambah pihak lain yaitu ….pada malam 1 Syuro di Parangkusumo (Kejadian yang relevan) Aturan Perda No. 10/1998 Kab. Bantul menyatakan bahwa :”Pihak manapun yang membangun industri wajib mengelola limbah yang dihasilkannya agar tidak mengganggu kepentingan publik pada radius 50 m dari lokasi pabrik”. (Penyadaran Hukum) Apakah masyarakat DAS Progo dan DAS-DAS manapun juga siap gatelan setiap saat karena serbuan pabrik-pabrik pencemar lingkungan yang tidak terjaring aturan. Orang bijak taat kedaulatan rakyat. Lingkungan adalah milik bersama dan bukannya milik yang dekat pabrik saja. (Penggalangan opini dan aliansi strategis)
Buat dalam bentuk tabel yang menarik + ruang data gambar.

Penutup
Investigasi partisipatif pada saatnya merupakan pekerjaan sehari-hari sebagai naluri aktivis. Teknik investigasi disusun sepenuhnya untuk memudahkan pengungkapan fakta yang akhirnya membantu penyadaran kritis publik yang potensial menjadi kawan lingkungan, kawan orang termarginalkan, kawan anak dll. serta menjadi bagian dari alat perjuangan. Fakta yang terkemas rapi dengan diperkuat oleh saksi-saksi korban bisa merupakan alat bukti sekunder dari terjadinya sebuah gerakan sosial.. Kelemahan dalam perjuangan rakyat selama ini biasanya ditunjukkan dengan minimnya fakta yang ditampilkan dan analisisnya yang dianggap tidak sesuai dengan kaidah kebenaran hukum tertulis yang ditafsirkan sepotong-sepotong sehingga penyadaran hukum (misalnya : Konvensi Hak Anak) merupakan bagian terpadu dari proses penguatan sosial atas kasus apapun. Penyadaran kritis rakyat dan transparansi kebijakan publik adalah langkah awal untuk merebut kedaulatan rakyat yang berarti pula sebagai langkah awal pengelolaan SDA berbasis rakyat (memiliki perspektif anak) secara berkelanjutan
Beberapa model pertanyaan :
X Pertanyaan ingatan : dimana anda mengalami?, Kapan hal itu terjadi?, Apakah hal ini terjadi pada anda?, Apakah ada hubungan hal ini dengan pengalaman anda sebelumnya serta kejadian kemarin?
X Pertanyaan pengamatan : Apa ini ?, Apa yang sedang terjadi?, Apa yang anda lihat ketika itu?
X Pertanyaan analitik (penguraian sebab akibat) : Mengapa perbedaan pendapat itu terjadi ?, Bagaimana pengaruh kejadian tersebut terhadap anak-anak?
X Pertanyaan Hipotetik (memancing praduga) : Apa yang akan terjadi jika ?, bagaimana seandainya bila anak nanti tidak bisa lag bermain ?
X Pertanyaan pembandingan : Siapakah dalam hal ini yang benar ?, Mana yang lebih baik antara …. Dan …… ?
X Pertanyaan proyektif (mengungkap masa depan) : Bayangkan jika keadaan dusun seperti ini terus, apa yang masih bisa dilakukan anak-anak ?
X Pertanyaan tertutup : …. Ya khan? (pertanyaan ini sebaiknya dihindari oleh fasilitator)
Beberapa Catatan :
1. Usahakan pertanyaan secara singkat dan jelas tetapi jangan sampai menjadikan masyarakat gelagapan serta hindari gaya menghakimi
2. Sangat membantu bila pertanyaan seorang peserta kepada kita yang mengarah jawaban penyuluhan untuk ditanyakan balik (Menurut anda sendiri bagaimana ?) agar ia sendiri mau berfikir dan tidak menganggap fasilitator tahu segalanya
3. Bila terjadi debat antar warga maka harus dalam kendali fasilitator.

PARADIGMA-PARADIGMA SOSIOLOGI dan ANSOS

PARADIGMA-PARADIGMA SOSIOLOGI
dan
ANALISIS SOSIAL



PENGANTAR

Tulisan ini telah menyita perhatian karena telah merubah cara kita berpikir tentang teori-teori sosial dan kita berharap bahwa kita akan berlaku sama untuk yang lain. Tulisan ini menjelaskan dan membantu mengatasi apa yang kiranya menjadi sumber utama kebingungan dalam ilmu-ilmu sosial pada saat sekarang. Pada awalnya tulisan ini hanya bermaksud menghubungkan teori-teori organisasi dalam konteks kemasyarakatan yang lebih luas. Tetapi, dalam wacana yang lebih luas, tulisan ini sekaligus juga mencakup banyak aspek dari filsafat dan teori sosial secara umum.

Dalil kami adalah bahwa teori sosial dapat secara mudah dipahami dari empat kunci paradigma, yang didasarkan atas perbedaan anggapan metateori tentang sifat dasar ilmu sosial dan sifat dasar dari masyarakat. Empat paradigma itu dibangun atas pandangan-pandangan yang berbeda mengenai dunia sosial. Masing-masing pendirian menghasilkan (melahirkan) analisanya sendiri-sendiri mengenai kehidupan sosial. Masing-masing paradigma melahirkan teori-teori dan pandangan-pandangan yang didalamnya terdapat pertentangan fundamental yang ditimbulkan dalam paradigma lainnya.

Sejumlah analisa-analisa teori sosial telah membawa kita berhadap-hadapan langsung dengan sifat dari asumsi-asumsi yang mengandung perbedaan pendekatan pada ilmu sosial.

ASUMSI-ASUMSI DASAR ILMU SOSIAL



Tesis utama dalam tulisan ini adalah bahwa semua teori tentang masyarakat didasarkan pada (atas) filsafat ilmu dan teori sosial tertentu. Fildsafat dan teori ilmu sosial selalu mengandung empat anggapan dasar (asumsi): ontologis, epistemologis, pandangan tentang manusia (human nature), dan metodologi. Semua pakar ilmu sosial mendekati pokok kajian mereka dengan asumsi-asumsi (baik eksplisit maupun implisit) mengenai dunia sosial dan cara dimana dunia sosial diteliti.

ASUMSI ONTOLOGIS
Asumsi ini memperhatikan inti dari fenomena yang diamati. Para pakar ilmu sosial misalnya dihadapkan pada pertanyaan dasar ontologis: apakah realitas diteliti sebagai suatu yang berada di luar diri manusia yang merasuk ke dalam alam kesadaran seseorang; ataukah merupakan hasil dari kesadaran seseorang? Apakah relaitas itu merupakan keadaan yang obyektif atau hasil dari pengetahuan seseorang (subyektif)? Apakah realitas itu memang sesuatu yang sudah ada (given) di luar pikiran seseorang atau hasil dari pikiran seseorang.

ASUMSI EPISTEMOLOGIS
Ini berkaitan dengan anggapan-anggapan dasar mengenai landasan ilmu pengetahuan, yaitu bagaimana seseorang mulai memahami dunia sosial dan mengkomunikasikannya sebagai pengetahuan kepada orang lain. Anggapan dasar ini berkaitan juga dengan bentuk-bentuk pengetahuan apa saja yang bisa didapat dan bagaimana seseorang memilah-milah mana yang dikatakan “benar” dan “salah”. Dikotomi benar dan salah itu sendiri menunjukkan pendirian atau sikap epistemologi tertentu. Didasarkan atas pandangan tentang sifat ilmu pengetahuan itu sendiri: apakah misalnya mungkin mengenal dan mengkomunikasikan sifat ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang wujud nyata dan dapat disebarkan atau diteruskan dalam bentuk nyata; atau apakah ilmu pengetahuan itu merupakan sesuatu yang lebih halus (tidak berujud), lebih mempribadi, bersifat rohaniah dan bahkan mengatasi kenyataan (transendental) yang lebih didasarkan pengalaman dan pengetahuan pribadi yang unuk dan hakiki? Di sini epistemologi menentukan posisi yang ekstrim: apakah pengetahuan itu sesuatu yang dapat diperoleh (dipelajari) dari orang lain atau sesuatu yang dimiliki atas dasar pengalaman pribadi.

ASUMSI HAKEKAT MANUSIA
Ini terutama mengenai hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Semua ilmu sosial secara jelas harus didasarkan pada asumsi ini, karena kehidupan manusia hakekatnya adalah subyek sekaligus obyek dari pencarian dan penemuan pengetahuan. Kita dapat mengindentifikasi pandangan ilmu sosial, yang mengandung pandangan manusia dalam menanggapi keadaan-keadaan di luar dirinya secara mekanistik atau deterministik. Pandangan ini mengarahkan manusia bahwa manusia dan pengalamannya dihasilkan oleh lingkungan, manusia dibentuk oleh keadaan sekitar di luar dirinya. Pandangan ini dipertentangkan dengan anggapan bahwa manusia memiliki peran penciptaan yang lebih besar, memiliki kemauan bebas (free will), menduduki peran kunci, bahwa seseorang adalah pencipta lingkungan sekitarnya, pengendali dan bukan dikendalikan, sebagai dalang (master) bukan wayang (marionette). Dalam dua pandangan ekstrim ini kita dapat melihat perdebatan besar mengenai filsafast antara mereka yang membela “determinisme” dan mereka yang membela “volunterisme”. Semua ilmu sosial mengacu pada salah satu pandangan ekstrim ini dan ahli-ahli ilmu sosial tersebar di antara keduanya.

ASUMSI METODOLOGIS
Anggapan-anggapan dasar tersebut memiliki konsekuensi penting dalam hal cara seseorang menemukan pengetahuan tentang dunia sosial. Perbedaan asumsi ontologis, epistemologis, dan asumsi kecenderungan manusia akan membawa ahli ilmu sosial ke arah perbedaan metodologis, bahkan di kalangan ahli ilmu alam tradisional sekalipun yang jurang perbedaan mereka sangat tipis. Menelusuri metodologi yang digunakan kedua kubu itu sangatlah mungkin. Penganut paham ekstrim pertama, analisisnya akan dipusatkan pada hubungan-hubunhan dan tatanan-tatanan antara berbagai unsur yang membentuk masyarakat dan menemukan cara yang dapat menjelaskan hubungan (relationship) dan keteraturan (regularity). Cara ini merupakan upaya mencari hukuim-hukum yang dapat diberlakukan secara umum untuk menjelaskan kenyataan sosial. Penganut pandangan kedua, upayanya terarah pada berbagai masalah masyarakat yang berbeda dan dipahami dengan cara berbeda pula. Upayanya terpusat memahami cara seseorang menafsirkan, merubah dan membentuk dunia di mana ia berada. Tekanannya pada pemahaman dan pengertian khas dan unik setiap orang pada kenyataan yang umum. Menekankan sifat kenisbian kenyataan sosial. Pendekatan ini sering dianggap “tidak ilmiah” oleh penganut kaidah-kaidah ilmu pengetahuan sosial.


Bagan Asumsi-Asumsi Dasar ilmu Sosial
(Dimensi Subyektif-Obyektif)
PENDEKATAN SUBYEKTIF PENDEKATAN OBYEKTIF

Nominalisme Ontologi Realisme

Anti-positivisme Epistemologi Positivisme

Volunterisme Hakekat Manusia Determinisme

Ideografis Metodologi Nomotetis











Nominalisme – Realisme : Debat Ontologis
Kaum nominalis beranggapan bahwa realitas sosial yang dianggap merupakan sesuatu yang berada di luar diri seseorang hanyalah sekedar nama-nama (names), konsep atau label yang digunakan menjelaskan realitas sosial. Mereka tidak menerima adanya kenyataan masyarakat di manapun yang benar-benar dapat dijelaskan oleh konsep semacam itu. Penamaan itu hanyalah rekaan saja untuk menjelaskan, memberi pengertian dan memahami realitas. Nominalisme sering disejajarkan dengan paham konvensionalisme. Keduanya sulit dibedakan.

Realisme beranggapan bawa realita sosial sebagai sesuatu di luar diri seseorang, merupakan kenyataan yang berujud, dapat diserap, dan merupakan tatanan nisbi yang tetap. Realitas itu ada, berwujud sebagai keutuhan yang dapat dialami (empirical entities). Mungkin kita saja yang belum menyadari dan belum memilii penamaan atau konsep untuk menjelaskannya. Kenyataan sosial ada terpisah (independen) dari pemahaman seseorang terhadapnya. Orang dilahirkan dan kenyataan sudah ada di luar dirinya, bukan berarti orang itu yang menciptakannya. Realitas ada mendahului keberadaan dan kesadaran seseorang terhadapnya.


Anti-positivisme – Positivisme: Debat Epistemologis
Sebutan “kaum positivis” sama seperti “kaum Borjuis” berkesan sentimen dari suatu pandangan tertentu. Istilah itu digunakan di sini untuk mengidentifikasi sikap atau pendirian epistemologis tertentu. Istilah positivisme sering dicampuradukkan dengan “empirisme”, ini mengeruhkan beberapa pengertian pokok dan bernada olok-olok.

Pendirian epistemologis kaum positivis didasarkan pada pendekatan tradisional yang digunakan dalam ilmu alam. Perbedaannya hanya dalam istilah yang digunakan. Hipotesa mengenai tatanan sosial dapat dibuktikan kebenarannya melalui penelitian eksperimental; tetapi sering juga jipotesa itu keliru dan tak pernah dapat dibuktikan kebenarannya. Kaum verifikasionis (ingin membuktikan kebenaran) dan falsisikasionis (ingin membuktikan kekeliruan) hipotesa tentang tatanan sosial sependapat bahwa pengetahuan hakekatnya merupakan proses kumulatif dimana pemahaman-pemahaman baru diperoleh sebagai tambahan atas kumpulan pengetahuan atau penghapusan atas hipotesa salah yang pernah ada.

Pendirian epistemologis kaum anti-positivis beragam jenisnya, yang semuanya tidak menerima berlakunya kaidah-kaidah atau menegaskan tatanan sosial tertentu terhadap semua peristiwa sosial. Realitas sosial adalah nisbi, hanya dapat dipahami dari pandangan orang-perorang yang langsung terlibat dalam peristiwa sosial tertentu. Mereka menolak kedudukan sebagai “pengamat” seperti layaknya kedudukan kaum positivis. Seseorang hanya bisa “mengerti” melalui kerangka berpikir orang yang terlibat langsung atau diri mereka sendiri sebagai peserta atau pelaku dalam tindakan. Seseorang hanya bisa mengerti dari sisi dalam, bukan dari luar realitas sosial. Karena itu, ilmu sosial bersifat subyektif dan menolak anggapan bahwa ilmu pengetahuan dapat ditemukan sebagai pengaetahuan tentang apa saja.

Volunterisme – Determinisme : Debat Hakekat Manusia
Kaum determinis menganggap bahwea manusia ditentukan oleh keadaan lingkungan sekitar dimana ia berada. Kaum volunteris beranggapan manusia sepenuhnya pencipta dan berkemauan bebas. Kedua anggapan ini merupakan unsur paling hakiki dalam teori ilmu sosial.

Ideografis – Nomotetis: Debat Metodologis
Pendekatan ideografis mengatakan bahwa seseorang hanya dapat memahami kenyataan sosial melalui pencapaian pengetahuan langsung dari pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa sosial. Pendekatan ini menekankan analisisnya secara subyektif dengan cara masuk ke dalam keadaan dan melibatkan diri dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan langsung sedekat mungkin dengan memahami sejarah hidup dan latar belakang para pelaku sangat penting dalam pendekatan ini. Masalah yang diteliti dibiarkan muncul apa adanya.

Pendekatan nomotetis mementingkan adanya seperangkat teknik dan tata cara sistematik dalam penelitian, seperti metode ilmu alam dengan mengutamakan proses pengujian hipotesa dengan dalil-dalil yang baku. Cara ini juga mengutamakan teknik-teknik kuantitatif untuk menganalisis data. Survei, angket, tes kepribadian dan alat-alat baku yang sering digunakan dalam metodologi nomotetis.


ANGGAPAN-ANGGAPAN DASAR
MENGENAI SIFAT ILMU SOSIAL



Ada dua tradisi pemikiran besar yang mewarnai perkembangan ilmu sosial selama lebih duaratus tahun terakhir. Pertama adalah sosiologi positivisme. Aliran ini mewakili pandangan yang berusaha menerapkan cara dan bentuk penelitian ilmu alam ke dalam pengkajian peristiwa sosial atau kemanusia. Realitas sosial disamakan dengan realitas alam. Meniru kaum realis dalam ontologinya, kaum positivis dalam epistemologinya, pandangan deterministik mengenai sifat manusia dan nomotetis dalam metodologinya.

Tradisi kedua adalah idealisme Jerman, berlawanan dengan yang pertama. Aliran ini menyatakan bahwa realitas tertinggi bukan kenyataan lahir yang dapat dilihat oleh indera, tetapi “ruh” atau “gagasan”. Karena itu, ontologinya nominalis, epistemologinya anti-positivis dimana sifat subyektifitas dari peristiwa kemanusiaan lebih penting dan menolak cara dan bentuk penelitian ilmu alam, berpandangan volunteris terhadap fitrah manusia, dan menggunakan pendekatan ideografis dalam analisis sosialnya.

Sejak 70 tahun terakhir telah mulai bersentuhan antara kedua tradisi besar terutama di bidang filsafat sosial. Jalan tangan dari kedua kutub memunculkan bebrapa pemikiran baru seperti fenomenologis, etnometodologi dan terori-teori aksi. Aliran tengah ini selain menyatakan pendiriannya sendiri sering juga menentang aliran sosiologi positivisme. Aliran-aliran ini dapat dipahami dengna baik dengan mengenali perbedaan-perbedaan anggapan dasarnya masing-masing.


ANGGAPAN-ANGGAPAN DASAR
TENTANG
HAKEKAT MANUSIA





Semua pendekatan dalam mengkaji masyarakat didasarkan pada kerangka berpikir, pandangan dan anggapan-anggapan dasar tertentu.

Debat Ketertiban – Pertentangan (Order-Conflict Debate)
Dahrendorf (1959) dan Lockwood (1956) mengadakan pembedaan pendekatan sosiologi dalam dua pandangan: pandangan tentang sifat keseimbangan dan ketertiban sosial dan pandangan mengenai perubahan, pertentangan dan pemaksaan suatu tatanan masyarakat. Yang pertama penganutnya jauh lebih banyak dari kedua. Menurut Dawe, yang pertama merupakan teori sosial. Cohen (1968), Silverman (1970), Van den Bergh (1969) mwnganggap perdebatan itu semu dan tidak ada gunanya. Coser (1956) memandang pertentangan sosial berfungsi penting untuk mnenjelaskan ketertiban sosial sehingga perlu dijadikan ragam dalam teori sosial.

Cohen (1968), berdasarkan anggapan dasarnya mengenai corak sistem sosial, menyebutkan bahwa corak sistem sosial yang tertib ditandai oleh: perjanjian bersama (commitment), kerapatan (cohesion), kesetiakawanan (solidarity), kesepakatan (consensus), imbal balik (reciprocity), kerjasama (coorperation), keterpaduan (integration), ketetapan (stability), dan kekukuhan (persitence). Corak pertentangan sosial ditandai pemaksaan (coercion), pemisahan (division), percekcokan (hostility), ketidaksepakatan (dissensus), pertentangan (conflict), ketidakpaduan (malintegration) dan perubahan (change).

Bagan Teori Masyarakat:
Ketertiban dan Pertentangan
KETERTIBAN PERTENTANGAN

Ketetapan (stability) Perubahan (change)

Keterpaduan (integration) Pertentangan (conflict)

Koordinasi fungsional Pemisahan (disintegration)

Kesepakatan (consensus) Pemaksaan (coercion)









Selanjutnya ia mengatakan bahwa Dahrendorf keliru karena membuat pemisahan antara ketertiban dan pertentangan, padahal sangat mungkin teori sosial menggabungkan unsur-unsur kedua corak masyarakat, sehingga tidk perlu diperdebatkan.

Tahun 1960-an lahir gerakan budaya penentang (counter-culture movement). Tahun 1968 revolusi Perancis gagal, maka sosiolog kemudian beralih dari kajian-kajian tentang tatanan (struktur) masyarakat ke kajian-kajian perseorangan. Gerakan kaum subyektivis dan teori aksi semakin diminati sehingga perdebatan ketertiban dan pertentangsan sosial terbenam kalah, debat fisafat dan metode ilmu sosial kian marak. Dengan tenggelamnya perdebatan itu maka pakar sosial merupakan karya Marx dan cenderung melirik Weber, Durkheim dan Pareto yang cenderung mengkaji satu sisi dari masyarakat, yaitu ketertiban sosial. Karena itu sangatlah penting menghidupkan kembali debat ketertiban sosial. Karena itu sangatlah penting menghidupkan kembali debat ketertiban dan pertentangan karena apa yang disebut “kesepakatan sosial” bisa jadi hasil penggunaan kekuatan yang memaksa.

Wright Mills (1959) menyatakan bahwa apa yang dikatakan Parson tentang “orientasi nilai” (value orientation) dan “tatanan nilai” (normative structure) hanyalah perlambangan untuk legitimasi kekuasaaan. Dahrendorf menyebutnya kesepakatan sebagai sistem mengesahkan tatanan kekuasaan, sedang Mills menyebutnya “penguasaan” (domination).

Analisa ketertiban sosial diwakili oleh teori-teori fungsional yang cenderung meladeni kepentingan kekuasaan, bersifat statis dalam arti ingin melanggengkan kemapanan (status quo). Teori pertentangan justru bertujuan menjelaskan proses dan sifat perubahan struktural paling mendasar dalam masyarakat. Yang ingin dituju adalah terjadinya transformasi masyarakat secara radikal.

Banyak analisis tentang ketertiban dan pertentangan ini sering salah tafsir, terjebak dan membuat pengertian menjadi suram tentang perbedaan mendasar keduanya. Oleh karena diusulkan adanya perubahan-perubahan tertentu yang lebih tegas dan radikal dalam menganalisis keduanya, maka digantilah peristilahan yang lain sama sekali yakni: keteraturan (regulation) dan perubahan radikal (radical change).



KETERATURAN vs PERUBAHAN RADIKAL


Istilah ini diusulkan karena telah terjadi banyak ketidakjelasan dalam membedakan corak ketertiban dan pertentangan sosial. Istilah keteraturan menunjuk pada teori sosial yang menekankan pentingnya kesatuan (unity) dan kerapatan (cohesiveness). Teori ini mendambakan adanya keteraturan dalam peristiwa kemanusiaan. Istilah perubahan radikal sarat dengan keinginan menjelaskan tentang perubahan-perubahan radikal dalam masyarakat, pertentangan-pertentangan yang mendasar dalam masyarakat, bentuk-bentuk penguasaan yang menandai masyarakat modern. Pandangan ini bertujuan membebaskan manusia dari berbagai struktur (tatanan) masyarakat yang membatasi dan menghalangi potensinya untuk berkembang. Pertanyaan-pertanyaan dasarnya adalah masalah harkat manusia, baik fisik maupun kejiwaan. Pandangan ini utopis, memandang ke depan, menanyakan apa yang mungkin dan bukan sekadar apanya saja, melihat kemungkinan berbeda dari sekadar kemapanan.

Skema Keteraturan Perubahan Radikal
Sosiologi Keteraturan Sosiologi Perubahan Radikal
Kemapanan Perubahan Radikal
Ketertibah Sosial Pertentangan Struktural
Kesepakatan Bentuk-bentuk Penguasaan
Kerapatan dan Keterpaduan Sosial Saling Pertentangan
Kesetiakawanan Pemerdekaan
Pemuasaan Kebutuhan Pemerosotan Harkat Manusia
Hal-hal yang Wujud Nyata Hal-hal yang Masih Terpendam










DUA DIMENSI, EMPAT PARADIGMA


Sejak 1960-an telah terjadi banyak aliran pemikiran sosiologi bermunculan. Dalam perkembangannya berbagai pemikiran dasar sosiologi justru menjadi kabur. Pada awal 1970-an telah terjadi kebuntuan dalam perdebatan sosiologi baik mengenai sifat ilmu sosial dan sifat masyarakat seperti halnya terjadi pada 1960-1n. Untuk menembus kebuntuan itu diusulkan untuk menampilkan kembali beberapa unsur penting dari perdebatan yang terjadi pada 1960-an dan cara baru dalam menganalisis empat paradigma sosiologi yang berbeda. Empat paradigma itu ialah: humanis, radikal, strukturalis radikal, interpretatif, fungsionalis.


Paradigma Teori Sosial
PERUBAHAN RADIKAL


Humanis Radikal Strukturalis Radikal



Interpretatif Fungsionalis



SUBYEKTIF OBYEKTIF



KETERATURAN

Keempat paradigma tampak berhampiran satu sama lain tetapi tetap pada pendirian masing-masing, karena memang dasar pemikirannya berbeda secara mendasar.



Sifat dan Kegunaan Empat Paradigma

Paradigma diartikan sebagai anggapan-anggapan meta-teoretis yang paling mendasar yang menentukan kerangka berpikir, cara mengandaikan dan cara bekerjanya para penganut teori sosial yang menggunakannya. Di dalamnya tersirat adanya kesamaan pandangan yang mengikat sekelompok penganut teori dalam cara pandang dan cara kerja yang sama dalam batas-batas pengetian yang sama pula. Jika ilmuwan sosial telah menggunakan paradigma tertentu, maka berarti memandang dunia dalam satu cara yang tertentu pula. Sehingga di sini ada empat pandangan yang berbeda mengenai sifat ilmu pengetahuan dan sifat masyarakat yang didasarkan pada anggapan-anggapan meta-teoretis.

Empat paradigma itu merupakan cara mengelompokkan cara berpikir seseorang dalam suatu teori sosial dan merupakan alat untuk memahami mengapa pandangan-pandangan dan teori-teori tertentu dapat lebih menampilkan setuhan pribadi di banding yang lain. Demikian juga alat untuk memetakan perjalanan pemikiran teori sosial seseorang terhadap persoalan sosial. Perpindahan paradigma sangat dimungkinkan terjadi, dan ini revolusi yang sama bobotnya dengan pindah agama. Hal ini pernah terjadi pada Marx yang dikenal Marx tua dan Marx muda, perpindahan dari humanis radikal ke strukturalis radikal. Ini disebut “perpecahan epistemologi” (epistemological break). Juga terjadi pada diri Silverman, dari fungsionalis ke interpretatif.


Paradigma Fungsionalis
Paling banyak dianut di dunia. Pandangannya berakar kuat pada tradisi sosiologi keteraturan. Pendekatannya terhadap permasalahan berakar dari pemikiran kaum obyektivis. Memusatkan perhatian pada kemapanan, ketertiban sosial, kesepakatan, keterpaduan sosial, kesetiakawanan, pemuasan kebutuhan dan hal-hal yang nyata (empirik). Condong realis dalam pendekatannya, positivis, determinis dan nomotetis. Rasionalitas diutamakan dalam menjelaskan peristiwa sosial, berorientasi pragmatis artinya berusaha melahirkan pengetahuan yang diterapkan, berorientasi pada pemecahan masalah yakni langka-langkah praktis untuk pemecahan masalah praktis juga. Mendasarkan pada filsafat rekayasa sosial untuk dasar bagi perubahan sosial, menekankan pentingnya cara-cara memelihara dan mengendalikan keteraturan sosial. Berusaha menerapkan metode ilmu alam dalam pengkajian masalah kemanusiaan.

Paradigma ini mulai di Perancis pada dasawarsa pertama abad ke-19 dibentuk karena pengaruh karya August Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim dan Wilfredo Pareto. Aliran ini mengatakan: realitas sosial terbentuk oleh sejumlah unsur empirik nyata yang hubungan semua unsurnya dapat dikenali, dikaji, diukur dengan cara dan menggunakan alat seperti dalam ilmu alam. Menggunakan kias ilmu mekanikan dan biologi untuk menjelaskan realitas sosial sangan biasa dalam aliran ini.

Sejak awal abad ke-20, mulai dipengaruhi oleh tradisi pemikiran idealisme Jerman seperti karya Max Weber, George Simmel dan George Herbert Mead. Banyak kaum fungsionalis mulai meninggalkan rumusan teoretis dari kaum obyektivitas dan memulai pewrsentuhan dengan paradigma interpretatif. Kias mekanika dan biologi mulai bergeser ke pandangan para pelaku langsung dalam proses kegiatan sosial. Pada 1940-an, pemikiran sosiologi perubahan radikal mulai menyusupi kubu kaum fungsionalis untuk meradikalisasi teori-teori fungsionalis. Sungguh pun telah terjadi persentuhan dengan paradigma lain, paradigma fungsionalis tetap saja secara mendasar menekankan pemikiran obyektivitas tentang realitas sosial untuk menjelaskan keteraturan sosial. Karena persentuhan dengan paradigma lain itu maka sebenarnya telah lahir beragam pemikiran yang berbeda dalam paham fungsionalis. Interaksi antar paradigma digambarkan sebagai berikut :

Pengaruh Pemikiran yang Membentuk Paradigma Fungsionalis
PERUBAHAN RADIKAL


Teori Marxis


Idealisme Jerman


SUBYEKTIF OBYEKTIF




KETERATURAN Sosiologi positivisme

Paradigma Interpretatif
Kubu ini sebenarnya menganut ajaran-ajaran sosiologi keteraturan, tetapi mereka menggunakan pendekatan subyektivitas dalam analisa sosialnya, sehingga hubungan mereka dengan sosiologi keteraturan bersifat tersirat. Mereka ingin memahami kenyataan sosial menurut apa adanya, mencari sifat yang paling dasar dari kenyataan sosial menurut pandangan subyektif dan kesadaran seseorang yang langsung terlibat dalam peristiwa sosial bukan menurut orang lain yang mengamati.

Pendekatannya cenderung nominalis, anti-positivis dan ideografis. Kenyataan sosial muncul karena dibentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang. Karenanya mereka berusaha menyelami jauh ke dalam kesadaran dan subyektifitas pribadi manusia untuk menemukan pengertian apa yang ada di balik kehidupan sosial.

Sungguhpun demikian, anggapan-anggapan dasar mereka masih tetap didasarkan pada pandangan bahwa manusia hidup serba tertib, terpadu dan rapat, kamapanan, kesepakatan, kesetiakawanan. Pertentangan, penguasaan, benturan sama sekali tidak menjadi agenda kerja mereka. Mereka ini terpengaruh langsung oleh pemikiran sosial kaum idealis Jerman, yang berasal dari pemikiran Kant yang lebih menekankan sifat hakekat rohaniah daripada kenyataan sosial. Perumus teori ini antara lain Dilthey, Weber, Husserl, dan Schutz.

Paradigma Humanis Radikal
Para penganutnya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari pandangan subyektifis. Pendekatan terhadap ilmu sosial sama dengan kaum interpretatif yaitu nominalis, anti-positivis, volunteris dan ideografis. Arahnya berbeda, yaitu cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada.

Pandangan dasarnya yang penting adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai atau dibelenggu oleh suprastruktur ideologis yang ada di luar dirinya yang menciptakan pemisah antara dirinya dengan kesadarannya yang murni (aliensi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu (false consciousness) yang menghalanginya mencapai pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Karena itu agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat perkembangan manusia sebagai manusia. Penganutnya mengecam kemapanan habis-habisan. Proses-proses sosial dilihat sebagai tidak manusiawi. Untuk itu mereka ingin memecahkan masalah bagaimana manusia bisa memutuskan belenggu-belenggu yang mengikat mereka dalam pola-pola sosial yang mapan untuk mencapai harkat kemanusiaannya. Meskipun demikian masalah-masalah pertentangan struktural belum menjadi perhatian mereka.

Paradigma Strukturalis Radikal
Penganutnya juga memperjuangkan sosiologi perubahan radikal tetapi dari sudut pandang obyektifitas. Pendekatan ilmiahnya memeiliki beberapa persamaan dengan kaum fungsionalis, namun mempunyai tujuan akhir yang saling berlawanan. Analisanya lebih menekankan pada pertentangan struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat kemanusiaan. Karenanya pendekatannya cenderung realis, positivis, determinis dan nomotetis.

Kesadaran manusia dianggap tidak penting. Hal yang lebih penting adalah hubungan-hubungan struktural yang terdapat dalam kenyataan sosial yang nyata. Mereka menekuni dasar-dasar hubungan sosial dalam rangka menciptakan tatanan sosial baru secara menyeluruh. Penganut paradigma ini terpecah dalam dua perhatian, pertama lebih tertarik untuk menjelaskan bahwa kekuatan sosial yang berbeda-beda serta hubungan antar kekuatan sosial merupakan kunci untuk menjelaskan perubahan sosial. Sebagian mereka lebih tertarik padaa keadaan penuh pertentangan dalam suatu masyarakat. Paradigma ini diilhami oleh pemikiran Marx tua setelah terjadinya perpecahan epistemologi dalam sejarah pemikiran Marx, selain pengaruh Weber. Paradigma inilah yang menjadi bibit lahirnya teori sosiologi radikal. Penganutnya antara lain Althusser, Polantzas, Colletti, dan beberapa penganut kelompok kiri baru.







Diterjemahkan secara bebas oleh Roem Topatimasang dari
Gibson Burrel & Gareth Morgan, Sociological Analysis & Organisational Analysis: Element of the Sociology of Corporate Life, Heinemann, Porthmouth, NH, 1979, H. 21-37.
Khusus sebagai bahan bacaan pelatihan kalangan sendiri.

KELINCI DAN KURA-KURA BIJAK

Disuatu hari, kura-kura berdebat dengan kelinci mengenai siapa yang lebih cepat. Akhirnya mereka memutuskan untuk adu lari dan sepakat jalurnya. Kelinci melesat ninggalin kura-kura. Setelah tahu kura-kura tertinggal dibelakang, kelinci mutusin untuk beristirahat sejenak sebelum lanjut lagi. “Ah! Gue istirahat dulu, ntar kalo sikura-kura udah deket baru gue lari lagi,” kelinci duduk dibawah pohon (ga di atas pohon, karena kelinci ga bisa manjat) dan akhirnya tertidur pules.
Kura-kura akhirnya melalui kelinci yang sedang tertidur dan memenangkan lomba adu lari. Akhirnya kelincipun terbangun dan menyadari dirinya kalah.
Moral : Alon-alon asal kelakon yang akan BERJAYA
Wach Apa Yach………???!!!,,…

Remaja adalah masa yang paling pelik, pun begitu kondisinya masa remaja adalah masa penentuan seseorang berhasil atau tidaknya hidup di dunia ini. Dikala remaja inilah seseorang pasti akan bertanya pada dirinya,”Siapa aku yach..aku mau jadi apa hidup di dunia ini…?”. Namun kenyataannya, pada skala dunia yang semakin memanas ini.. sayang.. pertanyaan yang mendasari potensi dirinya itu berubah menjadi,”Siapa dan apa yang harus aku ikuti biar ga’ KeJam yach….?” (alias Ketinggalan Jaman).

Nach…..saat inilah kamu harus memberikan opini kamu bagaimana harusnya remaja itu. Kirimkan opini kamu itu ke : Kotak Saran PD IRM Kota Metro lebih cepat lebih baik. Dan yang paling baik opininya akan DITAYANGKAN di mading PD IRM Kota Metro loch….!!! Makanya buruan………selak entEk……!!!
Karena malu dan kecewa mendalam, kelinci melakukan antisipasi kegagalan (Root Cause Analysis) Ia yakin bahwa kekalahannya hanya karena ia terlalu percaya diri, ceroboh dan lalai. “Kalo kemaren gue ga macem-macem, ga mungkin gue kalah,” Pikir kelinci.
Didatanginya lagi si Kura-kura,”Hei kura-kura, sini lo…,gue ga trime lo menang kemaren, ayo kita lomba lagi, kali ini gue pasti menang!”
Si Kura-kura nyante aje ngejawab,”Hayuuuk, siapa takuuuut!”.
Akhirnya lomba dimulai, dan dari awal lomba kelinci melesat meninggalkan kura-kura dan terus berlari hingga di garis finish. Beneran juga, kelinci yang menang.
Moral : Yang Cepet Dan Konsisten Selalu Mengalahkan Yang Alon-alon Asal Kelakon

Kura-kura panas dan setelah dipikir-pikir baru nyadar kalo dia ga bakalan bisa ngalahin kelinci dengan kondisi seperti itu. Ditantangnyalah kelinci adu lari di suatu tempat, “Hei kelinci ayo kita lomba adu lari lagi. Sekarang kita lewat jalan sana. Brani ga lo?” ditantang seperti itu, kelinci langsung maju aja karena dah yakin dia bakalan menang, wong kemaren aja dia bisa menang.
Lomba dimulai dan dengan kencangnya kelinci berlari meninggalkan kura-kura. Di depannya sebuah sungai membentang. “Duh !, gimana gue nyebrangin ni sungai? Gue ga bisa brenang lagi,” termenung kelinci mencari jalan menyebrangi sungai, lama termenung. Akhirnya kelinci melihat kura-kura datang dan nyebur berenang di sungai, keluar lagi berjalan pelan menuju garis finish dan menang dech si kura-kura.
Moral : Ketahuilah…., Jikalau Punya Kemampuan Maka Ubah Keadaan Sesuai Kemampuan Yang Kita punya.

Ngeliat si kelinci terpaku sedih, kura-kura pun menghampiri dan bilang, ”Dah, jangan sedih, besok kita ulangin lagi, tapi kita bareng-bareng.” Esoknya, lomba dimuali lagi, tapi sekarang kelinci nggendong kura-kura sampai di tepi sungai. Kemudian gantian kura-kura nggendong kelinci nyebrangin sungai dilanjutkan lagi kelinci nggendong kura-kura sampe garis finish. Hasilnya mereka berdua lebih cepat sampai di garis finish.
Moral : Pinter dan Kemampuan Tapi Ga Bisa Kerjasama Bakalan Percuma Karena Dengan Kerjasama Maka Kekurangan Akan Dipenuhi Oleh Yang Lainnya.

Amanat :
ü Yang cepat dan konsisiten selalu mengalahkan yang alon-alon asal kelakon
ü Bekerjalah sesuai kemampuanmu
ü Kumpulkan sumber daya dan kerjasama tim selalu mengalahkan kelebihan pribadi
ü Jangan menyerah jika gagal
ü Berlombalah dengan situasi, jangan saling saingan

by Adhe atw ka’ dany ghaza

Selasa, 01 April 2008

Janganlah Sombong!

Satu sifat yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah sombong. Sombong adalah menganggap dirinya besar dan memandang orang lain hina/rendah.

Allah melarang kita untuk sombong:

”Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” [Al Israa’:37]

Allah benci dengan orang-orang yang sombong:

”Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman:18]

Nabi berkata bahwa orang yang sombong meski hanya sedikit saja niscaya tidak akan masuk surga:

Dari Ibn Mas’ud, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga, seseorang yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong”. Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Saw: “Sesungguhnya seseorang menyukai kalau pakainnya itu indah atau sandalnya juga baik”. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha Indah dan menyukai keindahan. Sifat sombong adalah mengabaikan kebenaran dan memandang rendah manusia yang lain” [HR Muslim]

Nabi juga berkata bahwa orang yang sombong niscaya akan disiksa oleh Allah di akhirat nanti:

Dari al-Aghar dari Abu Hurarirah dan Abu Sa’id, Rasulullah Saw bersabda: “Allah Swt berfirman; Kemuliaan adalah pakaian-Ku, sedangkan sombong adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melepaskan keduanya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya”. [HR Muslim]

(Dikatakan kepada mereka): “Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .” [Al Mu’min:76]

Abi Salamah meriwayatkan bahwa Abdullah bin Amr bertemu dengan Ibn Umar di Marwah. Keduanya kemudian turun dan berbicara satu sama lain. Selanjutnya Abdullah bin Amr berlalu dan Ibn Umar duduk sambil menangis tersedu-sedu. Ketika ditanya tentang apa yang membuatnya menangis, beliau menjawab: “Laki-laki ini (yakni Abdullah bin Amr) telah mengaku bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong, maka Allah Swt akan menimpakan api neraka ke arah wajahnya” Baihaqi

Dari hadits di atas cukuplah bagi kita untuk menyadari bahwa sifat sombong sangat berbahaya bagi kita.

Imam Ghazali dalam kitabnya, ”Ihya’ ’Uluumuddiin” menulis bagaimana mungkin manusia bisa bersifat sombong sementara dalam dirinya terdapat 1-2 kilogram kotoran yang bau?

Terkadang orang sombong karena kekayaannya. Siapa orang terkaya di dunia? Qarun dulu sangat kaya. Perlu 7 orang yang sangat kuat hanya untuk mengangkat ”KUNCI-KUNCI” gudang kekayaannya yang berisi emas permata. Orang terkaya di dunia saat ini (per 20 Agustus 2007), Carlos Slim (mengalahkan Bill Gates yang memiliki kekayaan US$ 56 milyar) memiliki kekayaan US$ 59 milyar atau rp 551 trilyun lebih (Fortune Magazine).

Namun yang patut diingat, ketika orang yang disebut kaya itu lahir mereka tidak memiliki apa-apa. Ketika mati juga tidak membawa apa-apa kecuali kain yang melekat di badan. Pada saat mati tidaklah berguna segala harta dan apa yang telah mereka kerjakan.

”Tidaklah berguna baginya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Al Lahab:2]

Sebagaimana Qarun, harta yang kita miliki tak lain milik Allah yang dititipkan kepada kita. Ketika kita mati kita akan berpisah dengan ”harta” kita.

”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Al Maa-idah:120]

Sering orang sombong karena kekuasaan atau jabatan. Padahal kekuasaan dan jabatan juga tidak kekal. Ketika mati, maka kekuasaan pun hilang. Kita diganti dengan yang lain.

”Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Ali ’Imran:26]

Fir’aun raja Mesir yang sombong saat ini telah menjadi mayat yang tidak berdaya. Alexander the Great atau Iskandar Agung yang kerajaannya meliputi sebagian Afrika, Eropa, dan Asia saat ini tinggal tulang-belulang belaka. Hitler yang dulu ditakuti juga telah tiada begitu pula dengan musuh-musuhnya.

Hanya Allah Maha Perkasa yang tetap kekal dan hidup abadi selama-lamanya. Lalu apa yang membuat manusia pantas untuk merasa sombong?

Ada juga orang yang sombong karena wajahnya yang cantik dan rupawan. Padahal ketika tua, maka mukanya akan jelek dan keriput. Ketika sudah dikubur, maka wajahnya hanya akan tinggal tulang tengkorak belaka. Pantaskah manusia untuk bersikap sombong?

Ada lagi yang sombong karena kekuatannya atau badannya yang kekar. Kita saksikan Samson yang dulu sanggup mengalahkan singa dengan tangan kosong kini sudah terbujur dalam tanah. Muhammad Ali yang dulu sering membanggakan diri sebagai yang terbesar (I am the Greatest) kini lemah terkena penyakit parkinson. Begitu tua orang sekuat apa pun akan jadi lemah. Begitu mati dia sama sekali tidak berdaya.

Allah mengingatkan bahwa manusia diciptakan dari air mani yang tidak berharga. Pantaskah manusia bersikap sombong?

”Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air mani, maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” [Yaa Siin:77]

Dari tulisan di atas jelas bahwa tidak ada alasan bagi manusia untuk bersikap sombong. Ancaman neraka bagi orang yang sombong meski hanya sekecil atom hendaknya membuat kita jadi orang yang rendah hati.(Ghaza)

Keutamaan Ilmu

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, begitu Nabi bersabda.

“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR.Bukhari)

Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan Allah:

” ….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (TQS.Fathir [35]: 28)

„Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11)

Dalam Kitab Ihya ‚Uluumuddiin susunan Imam Al Ghazali disebut bahwa Nabi berkata: „Di akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama!“ Nabi juga berkata bahwa meninggalnya 1 kabilah (penduduk 1 kampung) lebih ringan daripada meninggalnya seorang ulama.

Itulah kemulian orang yang berilmu!

Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar:

“Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim)

“Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)

“Barangsiap menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)

“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)

Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat.

Rasulullah saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra)

Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)

Ilmu itu begitu luas, dari yang bermanfaat hingga yang tidak bermanfaat. Contoh ilmu yang bermanfaat adalah ilmu agama, ilmu fisika, ilmu komputer, dsb. Contoh ilmu yang tidak bermanfaat bahkan terlarang adalah ilmu sihir, ilmu meramal/astrologi, dsb. Begitu banyak ilmu namun waktu kita begitu sedikit. Oleh karena itu hendaknya dipakai untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”. ‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.’

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah SWT Memberi wahyu kepada Nabi Dawud a.s. Firman-Nya, “Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang bermanfaat.”

“Ya, Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? ” tanya Nabi Daud.

“Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu.Inilah yang mendekatkan engkau kepada-Ku.”

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’, Rasulullah SAW bersabda, “Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat.”

Ternyata ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang menyebabkan kita semakin dapat mengenal Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat kita rendah hati serta terhindar dari sifat takabur..

Ilmu selain diyakini kebenarannya juga harus diamalkan. Sebab ilmu tanpa amal, seperti pohon yang tidak berbuah.

“Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya, dan Allah akan menolong dia dalam amalan nya sehingga ia mendapatkan surga. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu. Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia akan mendapatkan neraka “. (hadits)

Begitu juga amal tanpa ilmu, hanya akan membawa kehancuran. Contohnya orang tidak pernah belajar menerbangkan pesawat tentu akan berbahaya jika dia menerbangkan pesawat. Setelah diamalkan, maka disunnahkan bagi kita untuk mengajarkan ilmu tersebut ke orang lain yang belum mengetahui.

Kita menuntut ilmu dunia selama 12 tahun dari SD hingga SMA. Setiap hari paling tidak 5 jam kita mempelajari ilmu dunia. Tapi pernahkah kita menghitung berapa lama kita belajar ilmu agama? Adakah sejam sehari?

Jika tidak, sungguh malang nasib kita, padahal ilmu agama penting bagi kita guna mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Bukankah kebahagiaan di akhirat lebih baik dan lebih kekal? Bukankah hidup di dunia hanya sekejap saja (Cuma sekitar 63 tahun)?

Meski dia profesor Fisika atau Pakar Komputer, tapi jika tidak tahu ilmu agama sehingga sholat, puasa, zakat, dsb tidak benar niscaya dia akan masuk neraka.

Tentu saja bukan maksud kita mengenyampingkan ilmu dunia. Mempelajari ilmu dunia yang bermanfaat adalah fardu kifayah. Sejarah Islam menunjukkan bahwa meski ummat Islam gemar mempelajari ilmu agama, namun ilmu dunia mereka juga tinggi. Angka yang dunia pakai sekarang adalah angka Arab (Arabic Numeral) yang diperkenalkan sarjana Muslim kepada dunia. Bukan angka Romawi atau Eropa! Aljabar (Algebra), Algoritma yang mengembangkannya adalah sarjana Muslim: Al Khawarizm. Demikian pula di bidang kedokteran dikenal Avicenna (Ibnu Sinna), di bidang sosial Averroes (Ibnu Rusyid), dsb. Kimia (Chemical) juga berasal dari bahasa Arab Alkimia (Alchemy). Yang memperkenalkan angka 0 ke dunia adalah ummat Islam. Itulah prestasi ummat Islam di bidang ilmu dunia.

Jika sebagian muslim sudah mempelajarinya (misalnya ada beberapa orang yang belajar ilmu kedokteran), maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tapi mempelajari ilmu agama adalah fardu ‘ain, kewajiban bagi setiap Muslim. Tanpa ilmu, maka semua amalnya akan ditolak.

Yang pertama harus kita pelajari adalah aqidah atau tauhid yang juga disebut “Ushuluuddiin” (Dasar-dasar Agama). Ini adalah fondasi yang harus kita kuasai. Kita bukan cuma tahu bahwa rukun iman ada 6, tapi juga tahu dalil-dalilnya. Sebagai contoh, beriman kepada Allah. Kita juga harus tahu sifat-sifat Allah seperti wujud (ada). Kita tidak bisa cuma bilang bahwa Tuhan itu ada. Tapi juga harus bisa membuktikan/menjelaskan dalil-dalil bahwa Tuhan itu memang ada.

Tanpa aqidah yang kuat, maka seseorang yang ibadahnya rajin dapat tersesat atau murtad dengan mudah.

Setelah aqidah kita kuat dan dilandasi dengan ilmu, baru kita mempelajari Fiqih. Fiqih adalah ilmu yang menjelaskan cara-cara beribadah kepada Allah seperti sholat, puasa, zakat, hubungan dengan sesama manusia, dan sebagainya. Banyak kewajiban mau pun larangan yang harus kita ketahui, ada di kitab-kitab Fiqih.

Yang harus kita ketahui lagi adalah, ilmu agama harus berlandaskan Al Qur’an dan Hadits yang shahih. Jika satu masalah tidak tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits, baru dilakukan ijtihad. Tapi ijtihad ini pun tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits.

Menuntut ilmu juga niatnya harus untuk Allah semata. Bukan untuk kepentingan pribadi.

Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali menulis sebagai berikut : “Wahai, hamba Allah yang rajin menuntut ilmu. Jika kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang ikhlas karena Allah semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena melaksanakan kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun perempuan” [HR Ibnu Abdul barr]

Janganlah sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan maksud untuk bermegah-megahan, sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan mengalahkan orang lain (lawan bicara), atau supaya orang mengagumimu. Jangan pula engkau menuntut ilmu untuk dijadikan sarana mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi. Yang demikian itu berarti merusak agama dan mudah membinasakan dirimu sendiri.

Nabi SAW mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. “Barangsiapa menuntut ilmu yang biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya, kecuali hanya untuk Mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh bau harumnya surga pada hari kiamat. ” [HR Abu Dawud]

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu, maka baginya neraka…neraka.” [HR Tirmidzi & Ibnu Majah]

“Seorang ‘alim apabila menghendaki dengan ilmunya keridhaan Allah, maka dia akan ditakuti oleh segalanya. Akan tetapi, jika dia bermaksud untuk menumpuk harta, maka dia akan takut dari segala sesuatu.” demikian sabda Nabi SAW dalam riwayat lain. [HR. Ad Dailami]

Dirangkum dari berbagai tulisan seperti “Ilmu yang bermanfaat” (Aa Gym), “Ihya ‘Uluumuddiin” (Imam Al Ghazali)

created by : Adhe Kusuma Ardany, KPSDM

Pengkaderan Madya se-Propinsi Lampung

Ari Nurrohman
Lampung-
Sebanyak 24 Kader asal provinsi Lampung, mengikuti Taruna Melati 3 yang diadakan IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) Wilayah Lampung tanggal 17 sampai 23 Maret 2008, di gedung LEC Kartika Metro, Lampung.

Pembukaan acara di hadiri oleh Walikota Metro Lukman Hakim, dan 500 pelajar Muhammadiyah, sedangkan dari Pimpinan Pusat IRM dihadiri ketua Kader Ridho Al Hamdi, serta Ketua Hubungan Luar Negeri Rossy Siti Rahmawati. Menurut Ketua Kader PP IRM Ridho Al Hamdi, pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu dari guru ke murid, tetapi lebih dari itu pendidikan juga merupakan proses pembentukan budaya terampil, ilmu, dan taqwa.

Tema pada TM3 lampung adalah Partisipasi Pelajar Dalam Dunia Pendidikan dan dihadiri oleh Pimpinan Daerah se Propinsi Lampung, serta ditambah dengan perwakilan IRM Wilayah Bengkulu yang total berjumlah 24 orang. Materi dalam TM3 antara lain Falsafah Manusia dan Orang beragama, Nalar Kritis Gerakan Muhammadiyah Untuk Transformasi Sosial, Paradigma Kritis Trasformatif, Falsafah Pergerakan IRM, Falsafah Pendidikan, Analisis Pendekatan Transformatif dalam Gerakan Sosial, Analisi Sosial (ANSOS) dari Ideologi, Metode, hingga praktek.

Menurut ketua Kader Lampung Ari Nurrohman, diharapkan setelah menempuh pengkaderan Taruna Melati III, para peserta mampu melakukan gerakan nyata untuk perubahan IRM lampung mendatang, dan mampu membumikan dan menjalankan Sekolah Kader kedepan. (mac)

Panitia Pusat Muktamar IRM XVI Telah Ditetapkan

Jakarta – Setelah Rapat Pleno Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah menetapkan Banjarmasin sebagai Tuan Rumah Muktamar IRM XVI, selanjutnya Pimpinan Pusat IRM juga telah menetapkan susunan secara lengkap Panitia Pusat Muktamar XVI IRM yang akan bertanggung jawab secara penuh terhadap proses Muktamar yang akan berlangsung tanggal 4-8 November 2008 tersebut.

Rapat yang berlangsung pada tanggal 28-30 Maret 2008 di Cilember Bogor tersebut telah menetapkan Muhyil Qoyyim sebagai Ketua Panitia dan Reza Arfah sebagai Sekretaris Panitia. Selain pelaksanaan Muktamar itu sendiri ada beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilakukan sebagai acara pendukung sekaligus persiapan menuju Muktamar itu sendiri. Menurut Muhyil Qoyyim, “meskipun pelaksanaan Muktamar masih akan berlangsung pada November 2008, namun panitia pusat harus sudah bekerja sejak dini baik proses acara pendukung maupun pengkondisian panitia penerima di Banjarmasin, mengingat ini Muktamar monumental sebagai “pintu” perubahan IRM kembali ke IPM”.

Kegiatan yang direncanakan sebagai acara pendukung sekaligus persiapan Muktamar 2008 adalah Launching Muktamar IRM XVI pada bulan Juli 2008 bersamaan dengan perayaan Milad IRM Ke-47 serta Lokakarya Nasional Materi Muktamar IRM XVI pada bulan Agustus 2008. Secara lengkap susunan Panitia Pusat Muktamar IRM XVI adalah sebagai berikut :

Ketua : Muhyil Qoyyim

Wakil Ketua : Akhmad Miftahudin

Sekretaris : Reza Arfah

Wakil Sekretaris : Runi Imanus Shofi

Bendahara : Hamba Fauzi Rahman

Wakil Bendahara : Sri Purnaningtyas Handayani

Divisi-divisi

Kesekretariatan : Vedro Fernandez

Amat Sofyan

Agus Maulana (SE Kantor Jakarta)

M. Arif Hidayatulloh (SE Kantor Yogyakarta)

Transportasi : Maulinda

Muhibuddin Danan Jaya

Penggalangan Dana : Virgo Sulianto Gohardi

dan Sponsorhip AR Syahputra Batubara

Deni Wahyudi Kurniawan

Tim Media Center : Machhendra Setyo Atmadja

Rossy Siti Rahmawati

Subhan Purno Aji

Publikasi : Musyaffa Basyir

dan Dokumentasi Syamsul Inai

Washian Bilhaq Fani

Tim Materi : Ridho Al Hamdi

Nurjannah Seliani Sandiah

Abrar Aziz

Panitia Pemilihan : Masmulyadi

Budi Hamid Putra

David Effendi

Acara & Persidangan: Andy Wijaya

Diyah Puspitarini

Bob Febrian